MENCERITAKAN DESEMBER


Desember yang kadang hujan dan kadang sangat panas meski cuaca sedang mendung.

Sudah seminggu tumpukan berkas menumpuk di depan meja komputer saya di kantor.  Sudah seminggu pula di cecali dengan kata " kerjakan cepat yah, Senin akan ada pemeriksa" , sampai kata-kata itu terngiang di telinga saya bahkan hingga akan tidur. 

Saya tidak akan menceritakan perihal deadline pekerjaan tapi akan menceritakan perihal perjalanan yang sudah sampai pada tahun ke 2 dan baru sempat saya tuliskan menjadi sebuah cerita perjalanan di blog.

Seperti sabtu biasanya saya bangun dan langsung mengecek ponsel.  Semalam saya sempat mengirim pesan pada Ria (siapakah dia?  Saya rasa semua tahu mahluk yang bernama Ria, ahaaha)  sebuah pesan masuk ke salah satu akun chat di ponsel saya dan itu dari Ria.  Ia mengirim sebuah foto dan saat saya buka tadaa ia sudah berada di kendaraan umum menuju sebuah kota yang familiar dan pernah menjadi kota kunjungan kami tahun sebelumnya (Ia menuju Enrekang). Saya mengecek jam dan berkata sepagi ini ia berangkat dan sendirian tanpa saya.  Hahahahahhahaha.

Saya berencana menyusulnya dengan kendaraan umum.  Saya bergegas mandi namun usai mandi tiba-tiba saya teringat kalau kami dalam setahun ini belum pernah menuliskan kisah perjalanan kami dan memang dalam setahun ini, nihil untuk kami bisa pergi liburan/plesiran lagi berdua lalu menuliskannya di blog masing-masing. 

Saya memilih menceritakan perjalanan berbeda kami mengunjungi dua tempat yang berbeda.  Saya akhirnya mengajak Ria untuk sebuah challenge menuliskan perjalanan kami di hari sabtu dan minggu ini.  Ria menceritakan perjalanannya ke Enrekang dan saya ke Pare Pare.

Sebenarnya saya sangat sering ke Pare Pare namun jarang menuliskannya dalam daftar perjalanan saya setahun ini. 

Apa yang bisa kau kunjungi di kota ini, disini tidak ada tempat yang kau sukai, Mey.  Pernah seorang teman mengatakan itu pada saya dikali pertama mengunjungi Pare Pare. Namun lambat laun setelah bolak- balik meretas kenang di kota itu akhirnya beberapa hal bisa saya ceritakan. 

Ini cerita perjalanan setahun saya sebenarnya, kemarin kesana hanya untuk mencari foto pelengkap untuk challenge tulisan saya dan Ria. 

Tempat pertama yang saya kunjungi setelah menempuh 3 jam perjalanan dengan berganti-ganti rute kendaraan umum dari Soppeng-Batu2 lalu Batu2-Pangkajene lalu Pangkajene-Pare2. Udara sedang terik siang itu dan saya langsung menuju sebuah tempat ngopi untuk ngadem dan sekalian mencharger Ponsel, ini sama dengan Ria kami sama-sama lupa membawa chargeran dan dengan alasan yang sama pula. 

Payo(ini tak dijelaskan pun semogalah kalian mengerti siapa dia, hehehehe)  telah menunggu saya disana.  Sambil menunggu chargeran selesai kami membicarakan banyak hal termasuk insiden "perasaan yang sedikit kecewa" baiklah pointnya bukan itu tapi kemana lagi saya setelah charger ponsel full.  

Pantai Mattirotasi salah satu yang paling mudah di lihat apabila ke kota ini.  Banyak warga atau orang yang sedang dalam perjalanan jauh singgah ke pinggir pantai ini entah untuk sekedar duduk menikmati suara debur ombak atau menikmati bekal makan yang dibawa dari rumah. Tinggal menyebrang dari tempat saya ngopi dan hamparan pantai pun sudah di depan mata.  

Usai memotret beberapa hal di pinggir pantai Mattirotasi saya diajak untuk beristirahat di rumah Puang ( Nenek Payo),Mood saya siang itu memang sedang payah dan butuh rebahan sejenak untuk perjalanan selanjutnya.  Rumah Puang di LumpuE (salah satu jalan dekat batas kota Pare Pare dan Kab. Barru)  sangat bersih dan disana cuma ada Puang dan Anak perempuannya (Tante Payo). Saya kadang tak bisa menyembunyikan air mata ketikah melihat kasih sayang seorang anak yang merawat ibunya yang sudah tua, disana saya melihat Puang Mare dengan telaten merawat Puang Emma' (begitu mereka memanggil puang)  Menyisir rambutnya, mengganti bajunya, memandikannya, memberi makan, saya berasa terharu sediri bisa ada di bagian kisah ini. Puang sudah teramat tua dan sudah mulai pikun, saya sempat berbincang sebentar dengannya dengan dialek bahasa bugis (karena katanya puang lebih paham kalau Tika memakai bahasa bugis) setelah berbincang sejenak saya bersandar di kursi untuk meluruskan badan dan memperbaiki mood. 

Usai asar, saya kemudian di ajak mengunjungi sebuah tempat yang selama ini cuma sering dilihat dari tampak depannya, sebuah terminal yang sepertinya sudah lama tak menjadi tempat berpisah dan bertemunya orang-orang yang datang dan pergi bersama kenang. Hal pertama ketika saya masuk ke gerbangnya adalah "Sepi". Kendaraan kami terus melambat sembari mengamati sekitar.  Kami tiba di bagian belakang terminal yang tiba-tiba membuat mata saya terbelalak " Ada tempat seJadul ini dan keadaanya bersih terawat" .keluarkan ponsel dan cekrek. Setelah puas mengabadikan moment di Terminal saya pun melanjutkan perjalanan selanjutnya menuju sebuah tempat yang familiar di telinga orang-orang yang mungkin pernah ke kota Pare Pare yaitu " Pasar Senggol" . Ini kali kesekian saya ke sana namun baru kali ini masuk dalam daftar tulisan saya. 


"kita singgah ke samping pelabuhan dulu, sepertinya saya ingin minum sarebba" begitu kata Payo pada saya yang duduk manis di boncengannya.  PELABUHAN, sudah lama saya sering lewat dekat kawasan pelabuhan ini tapi belum sempat menikmati sore dengan benar-benar duduk di emperan penjual makanan yang berjejer di sepanjang jalan samping pelabuhan.  Sembari menunggu sarebba yang dipesan Payo tandas saya memotret beberapa bagian dari Pelabuhan dan menyaksikan bongkar muat barang yang akan dibawa ke kota lainnya.  Didepan saya sedang bersandar kapal yang akan menuju Samarinda. 

Sarebba sudah tandas, langit mulai abu-abu sepertinya hujan akan segera tiba.  Kami mempercepat perjalanan menuju Pasar Senggol.  Memarkir kendaraan di sisi depan ruko tua yang berjejer dan melanjutkan menuju Pasar Senggol dengan berjalan kaki menyusuri ruko-ruko tua.  Ada kesenangan tersendiri dalam diri saya menyaksikan bangunan-bangunan tua.  Para pedangang "Cakar" (Barang-barang Second seperti baju, tas, celana, kemeja, sepatu ddll)  masih mempersiapkan dagangannya, maklum kegiatan jual beli biasanya dimulai saat malam hari dan mulai ramai di padati pembeli. Ini bukan kali pertama kami menjejali Pasar senggol dengan berjalan kaki.  Banyak hal yang kami saksikan lalu kemudian saling menertawai jika menemukan hal yang lucu.  Lelah menjejali pasar senggol kami melanjutkan perjalanan mengelilingi beberapa sudut kota yang masih banyak bangunan-bangunan tua. 

Menjelang magrib kami kembali ke rumah Puang.  Belum juga makan malam dan merencanakan perjalanan selanjutnya hujan sudah tiba lebih dulu.  Akhirnya sabtu malam kami habiskan bersama Puang dan Tante Puang. Badan saya lelah dan akhirnya memilih tertidur cepat dan mempersiapkan untuk perjalananan esoknya. 

MINGGU PAGI. 

Payo datang pagi-pagi sekali sembari membawa sarapan kue putu.  Ia berencana mengajak saya ke Pantai LumpuE yang sangat dekat dengan rumah Puang.  Katanya ia ingin mandi di pantai.  Setelah bersiap-siap kami menuju pantai lumpuE yang jaraknya sangat dekat.  Hari minggu pagi yang mendung dan angin laut yang betiup agak kencang.  Banyak orang yang mandi di pantai, sepertinya pantai ini jadi tempat berlibur yang murah dan meriah bagi warga sekitar ataupun wisatawan lokal lainnya.  Ongkos masuknya pun murah, hanya membayar 2.000 rupiah. Kita sudah bisa berenang sepuasnya, menikmati bekal makanan atau sekedar duduk menyaksikan pantai. 

Saya hanya menunggui di pinggir sementara Payo sedang berenang, saya mengabadikan beberapa foto. 

Hari ini perjalanan akan segera berakhir, saya sudah harus kembali ke Soppeng melanjutkan pekerjaan-pekerjaan angka-angka dan menyusun kembali rindu-rindu. 

Perjalanan pulang saya dan Ria janjian untuk pulang bareng dan titik temu kami di Pangkajene Sidrap.  Saya harus menunggu Ria satu setengah jam dipinggir jalan.  Sembari was-was kalau saja nanti kami tidak dapat angkutan umum menuju Soppeng.  Bersyukur perjalanan kami selalu di beri kemudahan, ada bapak supir angkutan umum yang bersedia menunggu kami.  Kami tiba dirumah sudah magrib dan tidak ada omelan dari Ammak itu karena ternyata Ammak sedang ke Pare Pare mengantar sepupu (dalam hati saya bersyukur karena tidak kena omelan)  

Perjalanan kali ini tidak seperti perjalanan saya sebelumnya.  Kali ini saya benar-benar melihat dan merasakan banyal hal.  Termasuk banyak berterima kasih atas kebaikan Payo, Puang dan tante Puang.  Terima kasih, semesta. 


Jalanan sepanjang " Pasar Senggol"
Bangunan tua yang ada di beberapa sudut kota. 
Pantai LumpuE 
Bangunan Tua di sudut kota
Pelabuhan 
Terminal
Tempat tunggu Terminal 
Sarebba
Obrolan Sore
Angkutan umum
view pantai Lumpu e
Puang :)

Komentar

Postingan Populer