Tentang impian

Malam semakin larut dan udara semakin dingin merasuk.
Saya masih meringkuk dibawah selimut, mata belum bisa terpejam.  Dipikiran saya sedang berkecamuk banyak hal.  Termasuk keputusannya untuk menjadi guru di daerah terpencil. Ia memilih ingin mengabdikan seluruh ilmu yang ia miliki untuk salah sekolah tingkat pertama sdi desa nun jauh dari hiruk pikuk kota.   Desa yang mungkin tak pernah ia pikirkan sebelumnya. 

"Kamu sudah yakin akan mendaftar disana? ", tanyaku lewat pesan.
" Sudah sangat yakin", balasan pesannya.
" Disana signal jaringan susah, bagaimana kita nanti jika jaringan disana sulit?", isi pesanku mulai menandakan perasaan cemas.
" Kita akan sering berkabar melalui telepon", ketikannya terhenti.
" Baiklah, semoga cita-citanya terwujud", kubalas pesannya sembari tersenyum.

Sudah setahun kami harus menjalani LDR,  bukan karena sengaja tapi kami memang tinggal di kota yang berbeda. Meski masih satu provinsi dan berbeda berpuluh kilometer tetap saja kami harus menempuh banyak hal dan menebas kesibukan masing-masing untuk sekedar bertemu di hari sabtu.

Sambil meringkuk dibawah selimut.  Saya kembali pada angan-angan beberapa tahun silam.  Menikah dan tinggal di desa yang jauh bersama suami dan anak-anak. 

Saya membayangkan beberapa tahun yang akan datang tinggal di sebuah
Desa yang sejuk dan Indah , banyak pohon rindang dan sawah menghampar. Ada sekolah yang sederhana dekat dari rumah kami muridnya memang belum seberapa tapi disanalah mimpi-mimpi anak-anak desa itu bergantung. 
Kami mengontrak rumah tua kecil di pinggir sawah yang menghadap ke timur.  Meski tak luas setidaknya mampu menampung impian-impian saya untuk memiliki kebun di halaman rumah juga satu pohon mangga.  Karena rumah kami jauh dari pasar dan di desa itu kami jadi kaum minoritas maka berkebun di halaman rumah adalah hal yang sangat cocok untuk kami bisa bertahan hidup di desa.  Di beranda ada dua kursi tua yang terbuat dari rotan bercat putih milik pemilik rumah yang kami kontrak, mereka membolehkan kami menggunakan perabotan yang ada dengan syarat harus dirawat dengan baik.  Salah satu yang membuat saya bahagia karena rumah itu punya banyak jendela dan ada bonus lotengnya berbentuk bangunan setengah jadi.  Tak masalah kupikir rumah itu bertemu dengan ahli membuatnya Indah (hehhehe saya tersenyum dalam hati) 

Dibawah selimut saya senyum-senyum sendiri membayangkan dan mengangankan hal-hal manis semacam itu.
Semoga impian mu mengabdi di desa itu terwujud.  Dari sini doaku melangitkan namamu.  Selamat berjuang, sayangku.

Komentar

Postingan Populer