Yang sedang bertumbuh dengan banyak diam

Kau biru di hari yang cerah saat aku sedang memastikan semu merah jambu di pipiku.
Kau cerah dan hangat bagi pipiku yang demam dan penuh gigil oleh duka.

Kau selalu saja memaksaku untuk memastikan aku membaca dengan jelas perasaanmu tanpa mengucapkan hal yang harus kau ucapkan.
Aku pun selalu saja bisa tahu yang selalu kau isyaratkan,  hanya saja aku perempuan yang sangat mudah berteman duka.
Aku selalu saja takut jika tebakanku salah dan menyisakan bah berkepanjangan dimataku.

Suatu sore kau tiba sebagai hal yang membuatku tak bisa melakukan apapun kecuali berlama-lama diam dan memperhatikanmu dari kejauhan.

Maafkan aku yang selalu saja terlambat menangkap hal yang coba ingin kau sampaikan dengan tulisan dan hal yang selalu coba kau utarakan dengan lisan dan matamu itu.

Jika saja aku punya sedikit saja berani untuk menjawab segala hal yang matamu katakan padaku tiap kali pandangan kita bertemu, tentu semua tidak akan sepelik ini.

Aku harus bertaruh dengan perasaanku sendiri. 
Bahkan kini aku harus bertemankan rindu.
Aku menunggu dan kaupun sama.
Mengapa kita tak bisa sama-sama mengutarakannya saja.

Barangkali takdir dan semesta sedang bekerja keras untuk mewujudkan itu, tidak lagi dengan pandanganmu dan aku yang harus mengartikannya dalam diamku sendiri.

Selamat, kau tiba di rasaku dengan debar jatuh yang berbeda dari biasanya.
Dan aku telah siap untuk segala duka yang akan kita lewati.

Tapi tiba-tiba kita tak akan lagi membicarakan perasaan.
Kau pergi sangat jauh dari jarak yang mampu kujangkau.

Percayalah dari kejauhan aku memeluk segala dingin tubuhmu dengan hangat.
Dan segala yang belum sempat kita utarakan namun telah kita rasakan, biar itu berbuah doa.
Aku pun kamu.

:)

Komentar

Postingan Populer